nusakini.com-- Dalam rangka mempertemukan antara pencari kerja dengan perusahaan pemberi kerja, Pemerintah terus mendorong agar Bursa/Pameran Kerja (Job Fair) intens diselenggarakan. Baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh pihak swasta. 

“Hanya saja, saya ingin memberikan catatan bahwa penyelenggaran-penyelenggaraan job fair itu tidak boleh ditarik bayaran. Jadi calon pencari kerja ini tidak boleh bayar,” tegas Menteri Ketenagakerjaan RI (Menaker) M. Hanif Dhakiri saat membuka Bursa Kerja Nasional XV di Jakarta Inter Expo, Jakarta, Jumat (24/3). 

Menurut Menaker, hal tersebut sudah diatur oleh aturan internasional, yakni Konvensi ILO Nomor 88 tentang Lembaga Layanan Penempatan Kerja. 

Dalam dua tahun terakhir, Indonesia memang mengalami beberapa kemajuan dalam bidang ketenagakerjaan. Seperti kemiskinan yang turun dari 11,1 persen (tahun 2015) menjadi 10,7 persen (tahun 2016). Kemudian kesenjangan sosial yang juga turun dari 0,41 (tahun 2015) menjadi 0,39. Selain itu, pengangguran di Indonesia juga menjadi 5,5 persen di tahun 2016. 

Meskipun angka pengangguran mengalami penurunan, Menaker menilai angka tersebut tetaplah besar. Sehingga, pameran kerja harus terus digalakkan di berbagai daerah. 

“Oleh karenanya, kita mendorong semua pihak agar bisa menyelenggarakan pameran kerja di berbagai daerah bukan hanya di Jakarta. Untuk bisa meningkatkan partisipasi dari angkatan kerja kita yang belum bekerja agar bisa bekerja,” lanjut Menaker. 

Dalam Bursa Kerja yang berlangsung selama 2 hari mulai dari tanggal 24 Maret 2017 sampai dengan 25 Maret 2017 itu, Menaker juga menjelaskan persoalan lain dalam bidang penyerapan tenaga kerja. Yakni miss match kompetensi. Hal ini disebabkan oleh pendidikan vokasi di lembaga pendidikan formal yang belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan dunia usaha/industri. 

“Problem kita terkait dengan lapangan kerja ini bukan semata pada lapangan kerja. Tapi juga problem miss match. Tidak ketemunya antara suplay dan demand dari pasar kerja,” beber Menaker. 

Oleh karenanya, Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Ketenagakerjaan RI (Kemnaker) terus mendorong peningkatan mutu dan akses pelatihan kerja. Diharapkan, masyarakat Indonesia yang kompetensinya masih rendah ataupun tidak memiliki ijazah, dapat mengembangkan skill sekaligus memperoleh sertifikasi profesi. 

Namun, Menaker memberi catatan lain. Upaya-upaya pemerintah ini juga harus diimbangi kebijakan human resource di perusahaan. Yakni dengan melakukan rekrutmen tenaga kerja berdasarkan kompetensi, bukan berdasrkan ijazah semata. 

“Karena pelatihan berbasis kompetensi ini harus mendapatkan dukungan dari dunia usaha. Melalui rekrutmen yang juga berbasis kompetensi. Biar nyambung semua,” paparnya. (p/ab)